KAPAL
PECAH
Kaubiarkan matahari memecahkan ranting di tengah
hujan adikku…
Embun menunggu desir angin
Sebelum usai ucapan kepadamu
Doa perih pada hati melihat daun di sepanjang sungai
Adikku…
Di atas kapal ada kenangmu.
Surabaya, 2007
SETITIK CAHAYA
berikan setitik cahaya kosong, bulan...
seribu cerah bersembunyi hati-hati. malam menuai senyum di antara batu-batu.
pecah, basah setelah mendung
memecah hening dengan bisik sayap-sayap
Surabaya, 2013
seribu cerah bersembunyi hati-hati. malam menuai senyum di antara batu-batu.
pecah, basah setelah mendung
memecah hening dengan bisik sayap-sayap
Surabaya, 2013
SAYANG
Tinggal di ruang sunyi
suaramu
malam ini
menutup
lubang dalam hati.
Pucangro, 20 Desember 2008
JANGAN
ROBEK CATATANKU
Selanjutnya hatiku mekar dalam puisi
memuja
gumpalan awan di ujung bambu
menulis laut tertabrak kapal penumpang-penumpang Surabaya.
Kemudian
mereka masuk dalam tubuhku
memutar
urat-urat
mencari tempat bersih untuk persinggahan.
Melihat lahat-lahat malam ini
kakiku
menggigil
bersama
dingin menyayat urat mataku
suasana
menyusutkan rembulan dalam jiwa
hingga
setiap jam senyap
mengikuti
perjalanan detiknya
lembaran
itu ngilu
terlihat
pucat
garis-garisnya
rusak mematah
kehilangan
rute
luhku
merah darah bercampur sedih
menyusun
tulis-tulisan
telanjang
tanpa cover
di
punggung dan mukanya.
Surabaya, 16 Oktober
2009
PELATARAN MIMPI
Mengawali resah
Tasbih menjengukmu jarijariku…
Kita ucap syukur untuk-Nya yang memberi nikmat
air mata pertama
di seberang jalan terbakar rindu
seperti tak ada waktu kembali
bagai bulan mengabarkan muara.
Mari menyulut lampu
Menembus setiap batang kita
Di pelataran mimpi.
27 Januari 2013
PUISI GARIS
Memandang
meja aku melihat garis
Berjalan di
trotoar aku menemui garis
Sajak
bersetubuh dengan garis
Hidupku
penuh garis
Hidupmu pun
garis
Ga… Ris…
G, A, R, I,
S
Garis.
Spray yang
bergaris
Melentangkan
tubuh, mata melihat garis
Garis…
garis…
Berdoa,
berjalan, garis.
______________
Surabaya, 4
Juli 2014MALAS MELIHATMU
/1/
Lebih baik wajahmu tenggelam
di balik kelambu pembatas antara laut
dan langit sore,
walau hujan baru menggumpal dari semudera
/2/
lebih baik wajahmu tenggelam
di langit-langit
sampai biusmu hilang dari tubuh,
parit-parit terbegal bendungan tanah
menyimpan perjamuanku dengan dunia
/3/
lebih baik wajahmu tenggelam
di balik daun,
seperti burung bergelantung
di batang dan dahan-dahan
Surabaya, 4 April 2010
CAMAR-CAMAR
BERSENGGAMA DENGAN SENYUMMU
Gaunmu berkibar manja
mengalahkan daun pisang tertiup angin.
bagai sajak-sajak memutar kincir
di dunia maya
mengintai pesta pangeran di isatananya.
Camar-camar bersenggama dengan senyummu
membuat lingkar persembahan
tentang gema persajakan,
walau tanpa menyimpan namaku.
UNITOMO, 2010
ANGGUR PAGI
mestinya aku selalu ingat
setiap bibir deras mengecap kata
dan sholawat-sholawat cinta dinda
meski awan menunggu ucap dari samudera
lalu tidak hanya sekedar membayangi angan
aku melihat kepedulian jiwa
mempersunting imaji dirimu dan diriku
sampai waktu cepat berlalu
Perpustakaan Unitomo, 13 April 2011
JALAN HATI
Baru saja ku tutup
Satu jalan dari selatan desa kenangan
bumbu rindu pada keagungan nama Negara
dan seratus teriakan masa
melihat gumpal tanpa isi
terkupas siulan raja.
ku lihat tetes air mata
menelusur sungai abadi dari dalam qolbunya
menangisi Surabaya.
Perlis Selatan, 31 Mei 2010
KETIKA TANAH MASIH UTUH
Satu butir debu tampak depan muka ini
Pada siang gersang
yang mengelucut rumput kota.
Dulu…
ketika tanah masih utuh,
dan kaki berjalan tanpa alas
Masihkah ingat?
burung berjinjing selaksa putri
dari danau utara
dengan sepatu kacanya.
adakah bunga merekah di dataran sejuk?
seperti rumput memanjang
ke sungai bengawan solo
Hingga ujung-ujungnya
Hilang dalam semak.
Perlis, 31 Mei 2010
DAUN TANPA NAMA
Seperti musim lalu
Engkau membius sukma
dengan sehelai kain suci saat itu.
Lagu indah yang bertasbih
menemani setiap jengkal langkah
rasaku kepadamu
dari ujung rumputan sawah ujung desa
hingga pohon kering di pinggir jalan kota
satu asma berjalan
lewat hati kecil ini.
tapi sayang,
tak ada jejak kaki kambing
dan embun pagi saat itu.
Hanya angin dan sehelai daun tanpa nama
Ada dalam kantongku.
Surabaya , 13 juni 2010
ANDAI DULU …
Sungguh tak tertulis pada takdir ini,
Sebuah pertemuan
dalam tragedi maya
yang selalu ada dalam benak ini
engkau bersiul memanggil angin
sebagai sajak rindu
dari kedalaman samudera tanya
adakah lembut benih tumbuhan
senja saat ini
seperti benih kapas yang lembut
selembut namamu.
Surabaya , 22 Juni 2010
HEMBUS ANGIN DAUN SEROJA
Adalah seputih buga seroja
Lembut kebatinan mu
Pada sungai kasih ini dinda.
Walau …
Aku bagai terkurung
Dalam samudera ranjau
dan kuncup duri di padang rumput
Semoga bertahan dalam jiwa.
Dlikir perenunganku pada bumi
dan pertemuanku padamu
dalam dunia mimpi
Surabaya , 23 Juni 2010
TINGKAH DUNIA SAAT INI
Gemetar ubunku
melihat tingkah dunia saat ini
gemetar ubunku
menyimak berita mlam ini.
Gemetar ubunku
Ketika Indonesia sudah sepi hilang hikmat,
hanya canda tak berisi
Indonesia …
Indonesia …
Seperti kapas terbang dari tangkai
Terombang-ambing angin barat
dengan belenggu
temali uang berdebu.
Indonesia…
Seperti itu kini aku melihatmu.
Perlis, 15 juni 2010
SEPERTI BENIH KAPAS
Seperti ribuan benih kapas
di atas altar peribadatan
aku melihat doa’- do’a dari kitab suci
yang melantun pada malam keagungan.
Riak kemricik air kali,
mengantar bisik kecil
untuk perenungan kisahmu
Rosul…
Sebagai perjamuan embun
mengalir ke sungai jasad ini
sampai akhir hayat ini.
Surabaya , 23 Juni 2010
MUNGKIN SUDAH TAKDIR
Mungkin sudah takdir.
Tuhan…
di setiap rongga-rongga tulang
kau alirkan rasa seribu tanya
tentang bumi dan langit
tentang perjalanan planet
tentang aliran meteor di sungai-sungai angkasa
sejengkal detik di kehidupan ini
menyusun hembus nafas
lembut…
selaksa air telaga kencana
dari kayangan suralaya.
Mungkinkah kabarmu
Datang dari lentera kecil
Di hati ini robbi…?
Tunjukkan jawaban mutiara
Yang datang dari candela hati.
Surabaya, 09 Nov 2009
1000 Mata dunia
Satu!
dua!
tiga!
Sedikit kaki melangkah dari tangga perpisahan
hati kalian teman.
Aku membaca dunia
Lewat seribu busana keanggunan
Ada jas dengan dasinya,
Ada seragam kuning dengan sapu lidinya,
Ada rompi dengan peluit parkirnya,
Wajah merah dengan kayu ditangannya,
Ada peluk penuh akan cinta.
Bahkan,
Ada …
Ada …
Ada …!
Ada-ada saja.
Surabaya , 24 Nov 2009
ALAM BERBURU
benar atau tidak
sebauh butir tetes dan mengalir
meminjamkan suara dan dentuman jantung
malam itu.
gunung gemuruh,
banjir berburu sinyal putih dan hitam
menyibak melewati bumiku.
sudah lebih dari lima tahun
alam berburu dengan bencana
menggubah wajah bumi ini.
bumi yang sudah kehilangan kesejatian merah putih.
biarkan alam melukis bumi
biar alam menuliskan sajak merah putih
biarkan alam mencari bibit-bibit suci
biarkan gelisah terendam jiwa
melihat alam berburu nyawa.
lima arah angin bertiup seketika
menutup perburuan saat itu. sampai,
bumi terlihat gersang tak berpenghuni.
Surabaya, 28 Oktober 2010
WASIOR - PAPUA BARAT
Sebagai do’a sahabat…
siraman air suci berisi do’a
Terhantar lewat bumi pertiwi ini.
Gempa, ombak, angin, dan panas tak menentu.
Sajakku merangkai luh pada malam ini
Air naik ke bukitan
Tanah meleleh kepanasan
Aliran menggulung nyawa dan pemukiman
Sebuah tragedi
Banjir bandang bercapur batuan.
Surabaya, 4 oktober 2010
RAP
Dan… tubuhmu
Menghias setiap pandang persimpangan
jalan–jalan kampus ini
;sebuah Rap
Alas kaki menggesek setiap menelapak.
Gaduh meredah
senyap membanjiri suasana
Hati melebur menjadi darah
ubun gemetar tak berirama,
menyimak suara itu.
Benar ataupun tidak?
Sebuah suara datang dari sepasang sepatu.
Surabaya, 12 oktober 2010
BUNDA
Menyebut namamu ibu …
Teringat buih di laut biru
Menyebut namamu ibu …
Bagai lentera di malam haru
Ibu …
Seikat permata
Tidak bisa mengganti jasamu
Jasa ketika aku kau pangku.
Ibu…
Dengan hati aku kau asuh
dengan rasa aku kau sentuh
ibu…
Tersimpan namamu dalam kalbu.
Surabaya , 20 – April – 2010
TRAUMA MAK...
Seamakin mlang nasibku mak...
terlihat kepulan asap jatuh dari gunung itu
getaran datang terburu
mengguncang bumi dan lautan biru
semakin sedih aku mak...
bulan menampakkan raut cemberut
menggundang gerhana
sebagai tanda masa itu
masa di beberapa tahun lalu
saat kita mengungsi kebanjiran ke lamongan
semakin gembira mukaku mak...
melihat kampung cerah
setelah semua bencana aredah.
tapi...
aku takut mak...
trauma!
jika melihat bumi, air, dan angin marah.
Surabaya, 29 Agustus 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar