Sabtu, 18 Desember 2010

Sajak-Sajak Heri Listianto

KAPAL PECAH
Kaubiarkan matahari memecahkan ranting di tengah hujan adikku…
Embun menunggu desir angin
Sebelum usai ucapan kepadamu
Doa perih pada hati melihat daun di sepanjang sungai
Adikku…
Di atas kapal ada kenangmu.
Surabaya, 2007

 SETITIK CAHAYA

     berikan setitik cahaya     kosong, bulan...
     seribu cerah     bersembunyi hati-hati.     malam menuai senyum di antara batu-batu.
      pecah,     basah setelah mendung
      memecah hening     dengan bisik sayap-sayap

      Surabaya, 2013
    SAYANG
    Tinggal di ruang sunyi
    suaramu malam ini
    menutup lubang dalam hati.
    Pucangro, 20 Desember 2008
    
    
    JANGAN ROBEK CATATANKU
    Selanjutnya hatiku mekar dalam puisi
    memuja gumpalan awan di ujung  bambu
    menulis  laut tertabrak kapal penumpang-penumpang  Surabaya.
    Kemudian mereka masuk dalam tubuhku
    memutar urat-urat
    mencari  tempat bersih untuk persinggahan.
    Melihat lahat-lahat malam ini
    kakiku menggigil
    bersama dingin menyayat urat mataku
    suasana menyusutkan rembulan dalam jiwa
    hingga setiap jam senyap
    mengikuti perjalanan detiknya
    lembaran itu ngilu
    terlihat pucat
    garis-garisnya rusak mematah
    kehilangan rute
    luhku merah darah bercampur sedih
    menyusun tulis-tulisan
    telanjang tanpa cover
    di punggung dan mukanya.
    Surabaya,  16 Oktober 2009

    
     PELATARAN MIMPI
     Mengawali resah
     Tasbih menjengukmu jarijariku…
     Kita ucap syukur untuk-Nya yang memberi nikmat
     air mata pertama
     di seberang jalan terbakar rindu
     seperti tak ada waktu kembali
     bagai bulan mengabarkan muara.
     Mari menyulut lampu
     Menembus setiap batang kita
     Di pelataran mimpi.
     27 Januari 2013

   
     PUISI GARIS
     Memandang meja aku melihat garis
     Berjalan di trotoar aku menemui garis
     Sajak bersetubuh dengan garis
     Hidupku penuh garis
     Hidupmu pun garis
     Ga… Ris…
     G, A, R, I, S
     Garis.
     Spray yang bergaris
     Melentangkan tubuh, mata melihat garis
     Garis… garis…
     Berdoa, berjalan, garis.
                          ______________
     Surabaya, 4 Juli 2014

MALAS MELIHATMU

/1/
Lebih baik wajahmu tenggelam
di balik kelambu pembatas antara laut
dan langit sore,
walau hujan baru menggumpal dari semudera

/2/
lebih baik wajahmu tenggelam
di langit-langit
sampai biusmu hilang dari tubuh,
parit-parit terbegal bendungan tanah
menyimpan perjamuanku dengan dunia

/3/
lebih baik wajahmu tenggelam
di balik daun,
seperti burung bergelantung
di batang dan dahan-dahan

Surabaya, 4 April 2010



CAMAR-CAMAR
BERSENGGAMA DENGAN SENYUMMU


Gaunmu berkibar manja
mengalahkan daun pisang tertiup angin.
bagai sajak-sajak memutar kincir
di dunia maya
mengintai pesta pangeran di isatananya.

Camar-camar bersenggama dengan senyummu
membuat lingkar persembahan
tentang gema persajakan,
walau tanpa menyimpan namaku.

UNITOMO, 2010



ANGGUR PAGI

mestinya aku selalu ingat
setiap bibir deras mengecap kata
dan sholawat-sholawat cinta dinda
meski awan menunggu ucap dari samudera

lalu tidak hanya sekedar membayangi angan
aku melihat kepedulian jiwa
mempersunting imaji dirimu dan diriku
sampai waktu cepat berlalu

Perpustakaan Unitomo, 13 April 2011

JALAN HATI

Baru saja ku tutup
Satu jalan dari selatan desa kenangan

bumbu rindu pada keagungan nama Negara

dan seratus teriakan masa
melihat gumpal tanpa isi
terkupas siulan raja.

ku lihat tetes air mata
menelusur sungai abadi dari dalam qolbunya
menangisi Surabaya.

Perlis Selatan, 31 Mei 2010



KETIKA TANAH MASIH UTUH

Satu butir debu tampak depan muka ini
Pada siang gersang
yang mengelucut rumput kota.

Dulu…
ketika tanah masih utuh,
dan kaki berjalan tanpa alas

Masihkah ingat?
burung berjinjing selaksa putri
dari danau utara
dengan sepatu kacanya.

adakah bunga merekah di dataran sejuk?
seperti rumput memanjang
ke sungai bengawan solo

Hingga ujung-ujungnya
Hilang dalam semak.

Perlis, 31 Mei 2010



DAUN TANPA NAMA

Seperti musim lalu
Engkau membius sukma
dengan sehelai kain suci saat itu.

Lagu indah yang bertasbih
menemani setiap jengkal langkah
rasaku kepadamu

dari ujung rumputan sawah ujung desa
hingga pohon kering di pinggir jalan kota
satu asma berjalan
lewat hati kecil ini.

tapi sayang,
tak ada jejak kaki kambing
dan embun pagi saat itu.

Hanya angin dan sehelai daun tanpa nama
Ada dalam kantongku.

Surabaya , 13 juni 2010



ANDAI DULU …

Sungguh tak tertulis pada takdir ini,
Sebuah pertemuan
dalam tragedi maya
yang selalu ada dalam benak ini

engkau bersiul memanggil angin
sebagai sajak rindu
dari kedalaman samudera tanya

adakah lembut benih tumbuhan
senja saat ini
seperti benih kapas yang lembut
selembut namamu.

Surabaya , 22 Juni 2010



HEMBUS ANGIN DAUN SEROJA

Adalah seputih buga seroja
Lembut kebatinan mu
Pada sungai kasih ini dinda.

Walau …
Aku bagai terkurung
Dalam samudera ranjau
dan kuncup duri di padang rumput


Semoga bertahan dalam jiwa.
Dlikir perenunganku pada bumi
dan pertemuanku padamu
dalam dunia mimpi

Surabaya , 23 Juni 2010

TINGKAH DUNIA SAAT INI

Gemetar ubunku
melihat tingkah dunia saat ini
gemetar ubunku
menyimak berita mlam ini.

Gemetar ubunku
Ketika Indonesia sudah sepi hilang hikmat,
hanya canda tak berisi

Indonesia …
Indonesia …
Seperti kapas terbang dari tangkai
Terombang-ambing angin barat
dengan belenggu
temali uang berdebu.

Indonesia…
Seperti itu kini aku melihatmu.

Perlis, 15 juni 2010



SEPERTI BENIH KAPAS

Seperti ribuan benih kapas
di atas altar peribadatan
aku melihat doa’- do’a dari kitab suci
yang melantun pada malam keagungan.

Riak kemricik air kali,
mengantar bisik kecil
untuk perenungan kisahmu
Rosul…

Sebagai perjamuan embun
mengalir ke sungai jasad ini
sampai akhir hayat ini.

Surabaya , 23 Juni 2010



MUNGKIN SUDAH TAKDIR

Mungkin sudah takdir.
Tuhan…
di setiap rongga-rongga tulang
kau alirkan rasa seribu tanya
tentang bumi dan langit

tentang perjalanan planet
tentang aliran meteor di sungai-sungai angkasa

sejengkal detik di kehidupan ini
menyusun hembus nafas
lembut…
selaksa air telaga kencana
dari kayangan suralaya.

Mungkinkah kabarmu
Datang dari lentera kecil
Di hati ini robbi…?

Tunjukkan jawaban mutiara
Yang datang dari candela hati.

Surabaya, 09 Nov 2009



1000 Mata dunia

Satu!
dua!
tiga!
Sedikit kaki melangkah dari tangga perpisahan
hati kalian teman.

Aku membaca dunia
Lewat seribu busana keanggunan

Ada jas dengan dasinya,
Ada seragam kuning dengan sapu lidinya,
Ada rompi dengan peluit parkirnya,
Wajah merah dengan kayu ditangannya,
Ada peluk penuh akan cinta.

Bahkan,
Ada …
Ada …
Ada …!

Ada-ada saja.

Surabaya , 24 Nov 2009

ALAM BERBURU

benar atau tidak
sebauh butir tetes dan mengalir
meminjamkan suara dan dentuman jantung
malam itu.
gunung gemuruh,
banjir berburu sinyal putih dan hitam
menyibak melewati bumiku.

sudah lebih dari lima tahun
alam berburu dengan bencana
menggubah wajah bumi ini.
bumi yang sudah kehilangan kesejatian merah putih.

biarkan alam melukis bumi
biar alam menuliskan sajak merah putih
biarkan alam mencari bibit-bibit suci
biarkan gelisah terendam jiwa
melihat alam berburu nyawa.

lima arah angin bertiup seketika
menutup perburuan saat itu. sampai,
bumi terlihat gersang tak berpenghuni.

Surabaya, 28 Oktober 2010



WASIOR - PAPUA BARAT

Sebagai do’a sahabat…
siraman air suci berisi do’a
Terhantar lewat bumi pertiwi ini.
Gempa, ombak, angin, dan panas tak menentu.

Sajakku merangkai luh pada malam ini

Air naik ke bukitan
Tanah meleleh kepanasan
Aliran menggulung nyawa dan pemukiman

Sebuah tragedi

Banjir bandang bercapur batuan.

Surabaya, 4 oktober 2010



RAP

Dan… tubuhmu
Menghias setiap pandang persimpangan
jalan–jalan kampus ini
;sebuah Rap

Alas kaki menggesek setiap menelapak.

Gaduh meredah
senyap membanjiri suasana
Hati melebur menjadi darah
ubun gemetar tak berirama,
menyimak suara itu.

Benar ataupun tidak?

Sebuah suara datang dari sepasang sepatu.

Surabaya, 12 oktober 2010



BUNDA

Menyebut namamu ibu …
Teringat buih di laut biru
Menyebut namamu ibu …
Bagai lentera di malam haru
Ibu …

Seikat permata
Tidak bisa mengganti jasamu

Jasa ketika aku kau pangku.
Ibu…
Dengan hati aku kau asuh
dengan rasa aku kau sentuh
ibu…
Tersimpan namamu dalam kalbu.

Surabaya , 20 – April – 2010



TRAUMA MAK...

Seamakin mlang nasibku mak...
terlihat kepulan asap jatuh dari gunung itu
getaran datang terburu
mengguncang bumi dan lautan biru

semakin sedih aku mak...
bulan menampakkan raut cemberut
menggundang gerhana
sebagai tanda masa itu
masa di beberapa tahun lalu
saat kita mengungsi kebanjiran ke lamongan

semakin gembira mukaku mak...
melihat kampung cerah
setelah semua bencana aredah.

tapi...

aku takut mak...
trauma!
jika melihat bumi, air, dan angin marah.

Surabaya, 29 Agustus 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

[World Letters]

Sastra-Indonesia.com

Forum Sastra Lamongan [FSL]

Pengikut