Minggu, 11 September 2011

ANALOGI: SEMUT BISA RAMAH, SEMUT JUGA SERAKAH

HL Heirloom
SEMUT BISA RAMAH, SEMUT JUGA SERAKAH

Tidak sedikit orang yang menyanjung kehidupan semut, bahkan tidak satupun mulut orang-orang tua, penasihat, orator, guru dan siapa saja yang tidak memakai kehidupan semut untuk filsafat sebagai bumbu nasihatnya dalam menjalani kehidupan sosial. Alasan itu dipakai karena, ketika berjalan di mana pun dan dalam waktu apapun semut pasti selalu berhenti dan berjabat tangan, untuk saling menyapa dengan teman sesama semut. Entah itu di keramaian ataupun hanya berdua di suasana sepi sekaligus.

Inilah salah satu perwujudan kelemahan sifat manusia dalam memandang sesuatu. Cara pandang itu hanya terbatas dari satu sisi saja bukan dari sisi yang lain. Bahkan semut sekaligus, yang dilihat hanya sisi kebaikannya saja. Apakah mereka tidak sadar ketika seekor semut itu berubah?

SEMUT, ketika kehidupannya sudah mulia dan berubah menjadi semut bersayap yang liar dan bebas kemanapun dia ingin, dia sudah lupa dengan kesopanannya. Janngankan berpapasan dengan teman dia mau bersalaman, menyapa pun dia enggan. Bahkan si semut tidak memikirkan kehidupan apa yang sudah didapatkan dan apakah benar yang dikerjakan?

Akhirnya semut yang bebas kemanapun dengan sayap itu terbang menuruti ambisi kerasnya. Si semut berputar-putar mengelilingi cahaya lampu yang terang, cahaya yang seakan bisa dikuasai dia kalahkan, bahkan kalau perlu dia akan memakannya sekaligus. Di bawah lampu malam para semut bersayap terbang menghampiri lampu-lampu terang, menempelkan diri di sana. Di mana pun ada lubang pasti itu yang menjadi tujuan utamanya. Apa lagi bau gurih lampu yang menyala, langsung saja gigi merah yang menjadi alat satu-satunya si semut itu terus meraba seluruh tubuh kabel dan lampu-lampu. Tapi apa akhirnya yang terjadi pada semut?

Apakah itu namanya bukan serakah?. Semut pun akhirnya mati karena keserakahannya bahkan hanya tubuh yang kosong tidak berisi nyawa, harta, atau apapun yang berkaitan dengan hidup. Anak, istri, keluarga-keluarga semut dan rumahnya pun hilang ditinggalkannya.

Sebagai manusia, Ingatlah bahwa dalam kebaikan manusia juga masih ada kekerasan, begitu juga sebaliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

[World Letters]

Sastra-Indonesia.com

Forum Sastra Lamongan [FSL]

Pengikut